SINDIKAT PENULIS
Silakan login dahulu, biar lebih asyik.
Kalau belum bisa login, silakan daftar dahulu.
Setelah itu, selamat bersenang-senang...
SINDIKAT PENULIS
Silakan login dahulu, biar lebih asyik.
Kalau belum bisa login, silakan daftar dahulu.
Setelah itu, selamat bersenang-senang...
SINDIKAT PENULIS
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.


Kami adalah penulis, dan kami tidak butuh persetujuan dari siapa pun!
 
IndeksLatest imagesPencarianPendaftaranLogin
"Jika ada buku yang benar-benar ingin kamu baca, tapi buku tersebut belum ditulis, maka kamu yang harus menuliskannya." ~ Toni Morrison

 

 (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca

Go down 
+3
HaruRRF
de_wind
tukangtidur
7 posters
PengirimMessage
tukangtidur
Penulis Senior
Penulis Senior
tukangtidur


Jumlah posting : 831
Points : 988
Reputation : 19
Join date : 30.04.10
Age : 42
Lokasi : Depok

(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty
PostSubyek: (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca   (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca EmptyTue 4 May 2010 - 12:47

Penulis: Hikmat Darmawan

Jauh dari bayangan, saya bisa membaca teks sastra yang kenal pada Deni Manusia Ikan. Pada halaman 13 naskah (novel) Saman tertulis ''Waktu kecil ia ingin menjadi pelaut, karena ia tidak bisa menjadi Deni manusia ikan—ia masih menyimpan komik itu hingga sekarang, meskipun tak berhasil memperoleh akhir ceritanya.''

Membaca kalimat itu saya merasa gembira yang aneh: Saman—novel karya Ayu Utami pemenang pertama Sayembara Penulisan Roman DKJ 1998 yang mengundang kontroversi itu—telah menjamah sebuah ingatan kolektif, menjamah pernik cohort dari sebuah generasi, generasi Orba.

Membaca Saman adalah mengurai lapis demi lapis kesepian (seorang) pembaca sastra Indonesia. Radhar Panca Dahana, dalam sebuah esei di kumpulan puisinya, Lalu Waktu, menawarkan sebuah persoalan sastra Indonesia kontemporer: sastra yang kehilangan pembaca. Radhar tak menyalahkan pembaca. Ia lebih hendak menggugat para pekerja sastra kita yang tak terlampau tanggap ekologi baru sastra Indonesia.

Tapi saya mengalami hal yang berbeda (saya bukan ''pekerja sastra''. Sayalah yang merasa ditinggalkan oleh sastra Indonesia. Khususnya dalam prosa.

Sedikitnya ada tiga gejala yang membuat saya merasa begitu. Pertama, komunitas sastra Indonesia belakangan ini – katakanlah dalam 10 tahun terakhir -- sudah jarang menghasilkan karya yang kuat, karya terobosan, yang menyegarkan untuk dibaca (saya menghindari kata ''karya besar''). Karya prosa yang betul-betul terasa baru dan segar paling-paling kumpulan cerpen Negeri Kabut Seno Gumira Adjidarma. Karya Seno yang lain, Saksi Mata dan Jazz, Parfum dan Insiden, memang juga dianggap luar biasa oleh para kritisi, tapi masih digayuti beban pesan, bahkan amarah (terhadap kasus Timor Timur), sehingga tak terasa ''menari'' sebebas Negeri Kabut.

Karya kuat lain yang banyak disebut adalah Pasar (Kuntowijoyo) dan Para Priyayi (Umar Kayam). Bisa juga disebut Arus Balik dari Pramodya Ananta Toer yang tebalnya na'udzubillah itu. Tapi ketiganya ditulis oleh para jago tua. Patut dicatat juga cerpen Sutardji Calzoum Bachrie, Hujan dan Ayam yang ajaib -- tapi Tardjie pun jago tua. Dan itulah gejala kedua, pentas sastra masih didominasi nama-nama lama. Sebagian semakin cemerlang (seperti Kunto dengan cerpen-cerpennya yang fenomenal; ditambah yang terbaru, novel Impian Amerika). Sebagian sedang-sedang saja, mapan dalam kematangan mereka (seperti NH Dini dan Danarto). Ada juga yang malah terasa menurun (misalnya Budi Darma dengan Ny Talis dan Romo Mangun dengan Burung-burung Rantau).

Sedang para prosais muda, kecuali Seno, belum mampu menembus dominasi para senior mereka. Sebagian sempat membawa angin segar dalam hal penuturan dan tema cerita, tapi tampak belum kuat staminanya untuk hadir secara kontinu (seperti Leila S Chudori, Yanusa Nugroho dan Radhar Panca Dahana). Sebagian cukup punya stamina, tapi cuma meneruskan tradisi penceritaan yang telah ada—muda, tapi tak membawa kebaruan, sekadar membawa variasi saja. Sebagian besar malah cuma menambah jumlah saja.

Dan, jika kita bicara novel, jangankan mengharap novel yang kuat, mengharap jumlah saja tak bisa. Para jago tua itu pun punya masalah produktivitas. Sedang para prosais muda lebih betah menulis cerpen untuk koran dan majalah (bahkan mulai muncul pembenaran lewat teori sastra koran).

Lalu, gejala ketiga, eksplorasi bentuk-bentuk pengucapan baru, pencarian terus-menerus ekspresi bahasa yang mampu menampung dinamika persoalan dan perasaan kontemporer, jarang sekali dilakukan. Dunia puisi kita masih lumayan dinamis dalam memberdayakan bahasa Indonesia. Tapi, di dunia prosa, bahasa Indonesia semakin tampak pucat dan tak menarik. Indonesia, dunia, bergerak. MTV, komik Jepang, Benetton, burger, Planet Hollywood, mal-mal, pemogokan buruh, HAM, internet dan banyak lagi, telah jadi bagian kesadaran kita. Tapi, bahasa prosa seolah malas bergerak, cuma menggeliat sesekali, kemudian tidur lagi.

Maka, lengkaplah kesepian saya sebagai pembaca.

Bisa dibayangkan betapa penasaran saya saat mendengar Sapardi Djoko Damono, sewaktu mengumumkan pemenang lomba penulisan roman DKJ, memuji Saman demikian: “... memamerkan teknik komposisi yang—sepanjang pengetahuan saya—belum pernah dicoba pengarang lain di Indonesia, bahkan mungkin di negeri lain ...” Wah! Lalu, “... saya takut, jika novel ini diterbitkan, jangan-jangan pengarang lain ... diam-diam merasa perlu belajar menulis dalam bahasa Indonesia lagi.” Ck, ck, ck!

Tapi, upaya membaca Saman adalah sebuah cerita lain kesepian seorang pembaca. Sulit juga mendapatkan naskah itu. Salah satu juri, Faruk HTT, antusias membagi-bagi fotokopi Saman (yang sudah buram karena dikopi berkali-kali) ke beberapa media. Kompas juga agaknya membagi-bagi kopi pada Umar Kayam, Romo Mangun dan Pramodya.Saman dengan cepat beredar di lingkaran pembaca elit sastra Indonesia. Tapi, siapa mau membagi pada saya?

Setelah kasak-kusuk, saya mendapatkan Saman dalam disket. Karena tinta printer atau fotokopi sedang mahal, jadilah saya membaca Saman lewat monitor komputer, dengan segala ketaknyamanannya. Apakah kesepian saya lalu terobati?

Untuk sebagian, ya. Bahasa prosa Saman sungguh menyegarkan. Beda dengan kesan yang muncul dari komentar-komentar di atas, bahasa Indonesia dalam Saman tak tampil luhung dan angkuh. Kehebatan bahasa dalam Saman terletak pada kemampuannya untuk
menampung wacana sosial-budaya-filsafat terkini serta dinamika kenyataan kontemporer, sambil tetap jernih dan mengalir lincah.

Memang, ada kata yang tak banyak diakrabi orang (seperti “laut lapis lazuli” atau “selarit matahari”) atau nama-nama asing (seperti Seurat), tapi kehadiran mereka tak mengganggu, malah (walau mungkin tak dimengerti, tapi) menambah keindahan bunyi. Bersastra memang tak mesti berangker-angker.

Cara bercerita Ayu juga istimewa. Beberapa istilah telah dilekatkan tuturan pada Saman: “teknik roman pop” dan “non-linear” (Umar Kayam), atau “struktur kolase ruang waktu serta dialog introvet ekstrovet kompleks...” (Romo Mangun). Sapardi menganggap komposisi Saman, sepanjang pengetahuannya, “tak ditemukan di negeri lain.” Padahal, karya-karya Ondaatje, Salman Rushdie, Vikram Seth, Milan Kundera adalah contoh cara bercerita sealiran dengan Saman. Yang menyenangkan adalah bahwa teknik itu, aliran bertutur itu, kini hadir dalam sebuah novel Indonesia.

Keistimewaan Saman memang kemampuannya untuk bercerita tanpa beban—ia hanya asyik bercerita. Bahkan, ketika ada selipan-selipan pemikiran diskursif, tentang Tuhan, agama, negara, hubungan antarmanusia (khususnya seks), ia tak terasa berkhutbah. Ia enteng saja merangkum ikon-ikon generasi Orde Baru (generasi yang terlahir dan besar selama Orde Baru, yang dibuai kelimpahan materi dan informasi dan dihegemoni Pembangunanisme) semenjak Deni manusia ikan, mie pangsit hingga internet, mencampurbaurkan dengan kisah-kisah injil, wacana diasforik (tanpa tapal batas), dan angst generasi X plus sebuah kisah magis yang amat kuat di bagian 2.

Di sisi lain, kesepian saya justru menegas. Kegairahan melanggar tabu, apalagi tabu terhadap Tuhan dan tabu seks, agaknya kini adalah jalan pintas untuk menghasilkan teks yang kuat dan menggoncang. Tapi, apa susahnya sih, di jaman sengkarut kini, untuk kehilangan kepercayaan pada yang sakral? Ketika Wisanggeni atau Saman mengalami betapa biadabnya pembangunanisme, kok enak amat ia begitu segeranya menyalah-nyalahkan Tuhan. Seakan tak ada upaya dari Saman, dan tokoh-tokoh lain, untuk berdialog tuntas dengan keimanan. Seakan Saman dimulai dengan apriori terhadap keimanan, meletakkan iman sejak awal dalam posisi lemah.

Saya tak hendak nyinyir. Tabu kadang memang perlu dilanggar. Saya amat menyukai pelanggaran tabu terhadap “kesucian” Negara dalam Saman—khususnya karena belakangan ini kinerja Negara Orde Baru memang amat tak memuaskan. Saya cuma merasa tak sepenuhnya terwakili oleh Saman, khususnya pada bagian-bagian yang mendesakralkan Tuhan dan seks. Saya sering juga mendengar cerita (lisan) tentang orang-orang yang mengalami kekerasan Negara, kekerasan hidup, dan toh semakin santun pada Tuhan. Mereka bukannya tak pernah ragu atau gelisah. Tapi mereka selalu sungguh-gungguh mencoba memenangkan iman. Rasanya mereka pun menarik untuk diceritakan.

Saman, selain disambut gembira, juga menimbulkan gunjingan. Apakah benar Ayu Utami murni menulis sendiri karya itu? Sebagian menghubung-hubungkannya dengan lingkaran pergaulannya di komunitas Teater Utan Kayu (TUK) yang, diakui atau tidak, punya patron Goenawan Mohamad. Masalahnya banyak bagian bahasa prosa Saman mirip dengan gaya menulis Goenawan. Dan wawancara Kompas (5 April 1998) dengan Ayu Utami, oleh sebagian, dianggap “bukti” bahwa Ayu tak mungkin bisa menulis Saman sendirian.

Kompas tampak memojokkan Ayu. Sampai ditulis segala bahwa: “Bila dari manuskrip Saman terlihat lincah dan cerdasnya Ayu berbahasa... tidak demikian rupanya Ayu dalam ‘diskursus lisan’.” Lalu ditambah pula “...wawancara ini sebagian dibiarkan sebagaimana adanya, seperti ia ungkapkan...,” seolah hendak berkata: ''Ini lho, Ayu yang sesungguhnya.''

Pewawancara bertanya, “tahu bedanya Dasamuka dan Rahwana?” seolah hal itu penting dijelaskan. Ayu menjawab “nggak”, dan sebagian pembaca berpikir, ''Tuh kan, si Ayu bodoh!''

Padahal “Dasamuka” cuma bagian dari sebuah kalimat metafor biasa dalam Saman, bukannya menjadi bagian penting simbolisasi cerita seperti tokoh-tokoh wayang dalam Burung-burung Manyar. Lalu pewawancara mendesak soal penggambaran rig dan Perabumulih. Sebagian pembaca tergiring, mana mungkin Ayu bisa menulis itu kalau dia tak pernah ke rig dan Perabumulih. Dulu, Mohamad Diponegoro dianggap pernah ke Bangkok karena amat hidup menggambarkannya dalam roman Saman. Ia lalu mengaku tak pernah ke Bangkok -- ia cuma berimajinasi.

Di sisi lain, Saman dirayakan secara berlebih. Sampai Kompas menganggapnya sebagai tanda kelahiran “angkatan baru sastra Indonesia”. Angkatan? Benar perlukah kompartementalisasi begitu? Lalu para otoritas sastra (Sapardi, Kleden, Kayam, Mangun) mengajaibkan Saman. Benarkah Saman adalah “karya ajaib” dari seorang “anak ajaib”? Ataukah ia tak lebih dari anak jamannya, karya yang lahir memang sudah pada saatnya?

Semoga benar yang kedua. Karena, jika demikian, krisis Indonesia kini akan membantu melahirkan karya-karya kuat lainnya, sebagaimana masa-masa sulit dulu— masa revolusi serta masa akhir Orde Lama dan awal Orde Baru—menjadi lahan yang subur untuk karya-karya kuat. Masa-masa sulit adalah masa-masa memetik hikmah. Dan, sastra adalah salah satu cara untuk mendokumentasikan hikmah itu dengan baik. Semoga. Agar Ayu tak 'hebat' sendirian. Agar sastra Indonesia ramai lagi. Agar pembaca tak kesepian lagi.

(penulis adalah pengamat sastra, tinggal di Jakarta, yang juga anggota kumpul-kumpul budaya Pinsil Tebal)

(Sumber: di sini!)
Kembali Ke Atas Go down
http://zonakosong.tk
de_wind
Penulis Sejati
Penulis Sejati
de_wind


Jumlah posting : 3494
Points : 3669
Reputation : 52
Join date : 29.03.11
Age : 38
Lokasi : Bekasi

(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty
PostSubyek: Re: (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca   (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca EmptyTue 29 Mar 2011 - 19:53

Salam kenal...

aku ini orang yg suka nulis dari sejak jaman SMP...brarti itu kira2 14 tahun yg lalu...tapi harus kuakuin kalo aku ini masih tergolong awam dalam mslh sastra. tp ulasan soal "Saman" ini cukup mnggugah nih... Very Happy soalny aku jg salah satu pembaca yg gak puas dgn "karya sastra" yg dihasilin oleh "angkatan abad 20" diistilahin aja gitu.... Smile

sprti yg tertulis di ulasan di atas, emg karya sastra yg skrg bisa dibilang amat sangat ringan. klo mnurutku mslh utamany sih ada bbrp "ahli" yg udah terkikis idealisme nya krena prkembangan jaman, yg entah knp kok secara intelektualitas kyny mnurun y...??? pdhl anak2 brbakat brmunculan dmn2, tp knapa produksi2 seni ny malah mnurun. mdh2n bkn prmainan para "pihak yg berwenang" dlm pnerbitan/produksiny...

oiya, ujung2ny nih...sjujurny jg aku baru dnger soal "Saman" ini. apa karya ini diterbitkan? kok ada kesan bro tukangtidur susah ngedapetinnya yah? apa boleh di share? atau boleh tau dmn ngedapetinnya? soalny aku jd lumayan penasaran sm karya satu ini... :cheers:
Kembali Ke Atas Go down
HaruRRF
Pendatang Baru
Pendatang Baru



Jumlah posting : 2
Points : 2
Reputation : 0
Join date : 06.11.11

(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty
PostSubyek: Re: (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca   (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca EmptyMon 7 Nov 2011 - 5:29

de_wind wrote:

oiya, ujung2ny nih...sjujurny jg aku baru dnger soal "Saman" ini. apa karya ini diterbitkan? kok ada kesan bro tukangtidur susah ngedapetinnya yah? apa boleh di share? atau boleh tau dmn ngedapetinnya? soalny aku jd lumayan penasaran sm karya satu ini... :cheers:

Ada kok Smile Saman diterbitkan KPG tahun 1998
Kembali Ke Atas Go down
ilhammenulis
Penulis Senior
Penulis Senior
ilhammenulis


Jumlah posting : 1114
Points : 1203
Reputation : 18
Join date : 23.07.11
Age : 34
Lokasi : Bandung

(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty
PostSubyek: Re: (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca   (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca EmptyMon 7 Nov 2011 - 12:53

HaruRRF wrote:
de_wind wrote:

oiya, ujung2ny nih...sjujurny jg aku baru dnger soal "Saman" ini. apa karya ini diterbitkan? kok ada kesan bro tukangtidur susah ngedapetinnya yah? apa boleh di share? atau boleh tau dmn ngedapetinnya? soalny aku jd lumayan penasaran sm karya satu ini... :cheers:

Ada kok Smile Saman diterbitkan KPG tahun 1998

wah.. beneran tuh? mencari
Kembali Ke Atas Go down
http://www.ilhammenulis.wordpress.com
HaruRRF
Pendatang Baru
Pendatang Baru



Jumlah posting : 2
Points : 2
Reputation : 0
Join date : 06.11.11

(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty
PostSubyek: Re: (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca   (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca EmptyTue 8 Nov 2011 - 21:00

ilhammenulis wrote:
HaruRRF wrote:
de_wind wrote:

oiya, ujung2ny nih...sjujurny jg aku baru dnger soal "Saman" ini. apa karya ini diterbitkan? kok ada kesan bro tukangtidur susah ngedapetinnya yah? apa boleh di share? atau boleh tau dmn ngedapetinnya? soalny aku jd lumayan penasaran sm karya satu ini... :cheers:

Ada kok Smile Saman diterbitkan KPG tahun 1998

wah.. beneran tuh? mencari

beneran apanya om? diterbitinnya? beneran kok Very Happy
saya baca Saman, Larung, dan Bilangan Fu-nya Ayu Utami kok terbitan KPG semua.
eh emang susah dicari? di gramed deket rumah banyak masih kok Muka Ijo
Kembali Ke Atas Go down
ilhammenulis
Penulis Senior
Penulis Senior
ilhammenulis


Jumlah posting : 1114
Points : 1203
Reputation : 18
Join date : 23.07.11
Age : 34
Lokasi : Bandung

(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty
PostSubyek: Re: (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca   (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca EmptyWed 9 Nov 2011 - 10:03

maksudnya beneran masih ada apa enggak.. hehehe wow
Kembali Ke Atas Go down
http://www.ilhammenulis.wordpress.com
vika2
Pendatang Baru
Pendatang Baru
vika2


Jumlah posting : 25
Points : 31
Reputation : 0
Join date : 29.06.12
Lokasi : Yogya

(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty
PostSubyek: Re: (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca   (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca EmptyFri 29 Jun 2012 - 20:27

saya baca saman pertama kali saat menang lomba puisi chairil anwar, dan saman adalah salah satu hadiahnya.keren, suka gaya penulisaannya
Kembali Ke Atas Go down
http://www.festoncraft.blogspot.com
de_wind
Penulis Sejati
Penulis Sejati
de_wind


Jumlah posting : 3494
Points : 3669
Reputation : 52
Join date : 29.03.11
Age : 38
Lokasi : Bekasi

(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty
PostSubyek: Re: (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca   (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca EmptySat 30 Jun 2012 - 0:48

halo vika,
wah keren tuh...
vika domisili mana, ya?
Kembali Ke Atas Go down
vika2
Pendatang Baru
Pendatang Baru
vika2


Jumlah posting : 25
Points : 31
Reputation : 0
Join date : 29.06.12
Lokasi : Yogya

(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty
PostSubyek: Re: (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca   (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca EmptyTue 3 Jul 2012 - 18:26

de_wind wrote:
halo vika,
wah keren tuh...
vika domisili mana, ya?



hehehe juara harapan kok, yang juara 1 diembat teman sendiri..hehehe.
diyogya
de wind bekasi ya?

saman masih ada kok di gramed terahkir kulihat tapi kalau ga da ya langsung ke basar buku bekas aja atau diperustakaan daerah.
Kembali Ke Atas Go down
http://www.festoncraft.blogspot.com
de_wind
Penulis Sejati
Penulis Sejati
de_wind


Jumlah posting : 3494
Points : 3669
Reputation : 52
Join date : 29.03.11
Age : 38
Lokasi : Bekasi

(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty
PostSubyek: Re: (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca   (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca EmptyTue 3 Jul 2012 - 20:52

jogja? bisa gak tuh k jkt...
*mnjaring sbnyk mgkn anggota bwt gath melet

wah mnding ke perpustakaan daerah deh smntara ini...
bsok2 baru bikin perpus sendiri
harga buku smakin mlangit, hingga tak terjangkau oleh tanganku ini... Muke Cape
Kembali Ke Atas Go down
Ruise V. Cort
Penulis Parah
Penulis Parah
Ruise V. Cort


Jumlah posting : 6382
Points : 6522
Reputation : 45
Join date : 28.04.11
Age : 30
Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*

(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty
PostSubyek: Re: (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca   (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca EmptyWed 4 Jul 2012 - 7:30

Cari di Senen Kak ngopi
Tawar menawar dengan para penjual~~
Kembali Ke Atas Go down
http://ruise.wordpress.com/
vika2
Pendatang Baru
Pendatang Baru
vika2


Jumlah posting : 25
Points : 31
Reputation : 0
Join date : 29.06.12
Lokasi : Yogya

(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty
PostSubyek: Re: (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca   (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca EmptyWed 4 Jul 2012 - 19:37

de_wind wrote:
jogja? bisa gak tuh k jkt...
*mnjaring sbnyk mgkn anggota bwt gath melet

wah mnding ke perpustakaan daerah deh smntara ini...
bsok2 baru bikin perpus sendiri
harga buku smakin mlangit, hingga tak terjangkau oleh tanganku ini... Muke Cape


hehe maaf belum bisa ikut gath dulu...banyak pesenan soalnya. gemes
Kembali Ke Atas Go down
http://www.festoncraft.blogspot.com
vera astanti
Penulis Senior
Penulis Senior
vera astanti


Jumlah posting : 1658
Points : 1715
Reputation : 3
Join date : 14.05.12
Age : 32
Lokasi : Bojonegoro

(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty
PostSubyek: Re: (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca   (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca EmptySat 14 Jul 2012 - 10:22

aku malah belum baca SAMAN

marah

belum dapet yang gratisan

siul

mba wind, kayaknya ada temen yang menjual buku bekas deh, kemarin kalo gak salah harganya masih di bawah 20ribu. hehehe
tapi aku gak beli yang itu, aku beli yang lain.

di Jakarta kan mestinya banyak penjual buku bekas, ayo dong berburu...

nyengir
Kembali Ke Atas Go down
Ruise V. Cort
Penulis Parah
Penulis Parah
Ruise V. Cort


Jumlah posting : 6382
Points : 6522
Reputation : 45
Join date : 28.04.11
Age : 30
Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*

(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty
PostSubyek: Re: (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca   (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca EmptySat 14 Jul 2012 - 13:40

aku Saman dapet ringkasannya dari buku Teori Sastra~~
Kembali Ke Atas Go down
http://ruise.wordpress.com/
vera astanti
Penulis Senior
Penulis Senior
vera astanti


Jumlah posting : 1658
Points : 1715
Reputation : 3
Join date : 14.05.12
Age : 32
Lokasi : Bojonegoro

(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty
PostSubyek: Re: (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca   (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca EmptySat 14 Jul 2012 - 13:56

ada ebooknya ya mestinya...

tapi gak minat baca ebook ah...

damai
Kembali Ke Atas Go down
Sponsored content





(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty
PostSubyek: Re: (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca   (Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca Empty

Kembali Ke Atas Go down
 
(Kritik Novel) Novel Saman dan Kesepian Pembaca
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» KESEPIAN DI KANTOR
» Idea dalam Menulis Novel
» SALAM ! ga ada penulis bila ga ada pembaca
» Menulis cerita agar tulisan memiliki emosi yang dapat menggugah pembaca
» Saran/Kritik/Masukan, Apa Aja deh...

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
SINDIKAT PENULIS :: Arena Diskusi :: Novel-
Navigasi: