Kami adalah penulis, dan kami tidak butuh persetujuan dari siapa pun! |
"Jika ada buku yang benar-benar ingin kamu baca, tapi buku tersebut belum ditulis, maka kamu yang harus menuliskannya." ~ Toni Morrison |
| | Potongan Novel 'Nonsens' | |
|
+3m0nd0 tukangtidur Ruise V. Cort 7 posters | |
Pengirim | Message |
---|
Blassreiter Penulis Senior
Jumlah posting : 537 Points : 591 Reputation : 8 Join date : 27.07.12 Age : 33
| Subyek: Potongan Novel 'Nonsens' Fri 27 Jul 2012 - 15:08 | |
| Minta kritik dan saran nih kakak2 sekalian ini adalah potongan novel yangg sedang saya garap. maaf kalau kepanjangan, dan terlalu biasa Genrenya romance, misteri baru yang pertamakali nih - butut:
Air hujan yang turun membuat suara berisik di atap seng tempat kami berteduh. Aku duduk sambil memandang seorang pemuda yang sedang menambal ban motorku. Di sebelahku duduk seorang perempuan, dia juga memandang tukang tambal ban tersebut sambil memeluk lenganku.
Bengkel tambal ban ini sangat sederhana, hanya terdiri dari bangunan berfondasi beton dan berdinding kayu bercat putih. Sedangkan atap pelataran bengkel menggunakan seng yang disangga dengan bambu. Disini juga tersedia kursi kayu panjang tempat para pengunjung duduk menunggu ban motornya ditambal.
“Abis ini mau kemana nih?” tanyaku kepada perempuan tersebut.
“Langsung pulang aja deh,” jawabnya.
“Nggak mau kemana dulu gitu?”
Dia menggelengkan kepala, lalu menjawab. “Ada tugas kuliah buat besok.”
“Oh gitu, mau tak bantu?” tanyaku lagi.
“Beneran? Tugas Kewarganegaraan nih, semua fakultas juga dapet kan?”
“Oh, aku bantu dengan doa deh,” jawabku sekenanya.
Perempuan tersebut mencubitku, aku hanya bisa meringis. Sementara tukang tambal ban di depanku berdiri dan berkata, “Udah Mas.”
“Berapa?” tanyaku sambil mengeluarkan dompet.
“Lima ribu Mas.”
Aku mengeluarkan selembar Rp.5000 dari dompetku dan memberikannya kepada tukang tambal ban tersebut. Setelah menerima uangnya, dia masuk ke dalam bengkelnya. Meninggalkan kami berdua di bawah atap pelataran bengkel.
Aku pun berbicara lagi kepada perempuan di sebelahku itu, “Entar ya pulangnya? Masih deres nih.”
Dia hanya mengangguk.
Kami baru pulang menonton bioskop pada siang hari ini. Perempuan di sebelahku ini bernama Vera. Rambutnya lurus dan panjang, kulitnya putih bersih walaupun sedikit pucat, tubuhnya langsing dengan tinggi badan nan semampai seperti model. Dia kuliah di jurusan Sastra Inggris. Sedangkan aku kuliah di Fakultas Hukum di Universitas Negeri yang sama. Sebenarnya aku sudah menyukainya sejak kami masih SMA. Kebetulan SMA tempat kami menuntut ilmu juga sama. Tetapi kesempatanku untuk menyatakan cinta kepadanya tidak pernah datang. Karena bahkan sebelum Vera masuk SMA, dia sudah mempunyai pacar. Waktu itu aku hanya bisa berharap Vera putus dengan pacarnya. Aku tidak mau menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka. Namun hal tersebut tidak pernah terjadi bahkan setelah kami lulus. Aku memang bodoh, tidak mau beralih kepada Perempuan lain. Hanya dia yang kusuka.
Dan akhirnya kesempatan itu datang juga. Aku tidak tahu apakah hal ini bisa disebut kesempatan atau bukan. Waktu awal-awal masuk kuliah, Vera terjerumus kedalam jeratan narkoba. Pacarnya yang pada waktu itu tidak lulus ujian Nasional, stres dan menjadi pecandu narkoba. Yang tidak bisa kumaafkan adalah dia sampai mempengaruhi Vera untuk ikut menggunakan obat-obatan jahanam itu.
Semua bermula ketika Vera sakaw di kamarnya. Waktu itu, aku sedang mengerjakan tugas kelompok bersama kakak laki-lakinya yang kebetulan mengulang satu mata kuliah yang sama denganku. Dan kebetulan aku waktu itu masih membawa mobil. Sehingga ketika mengetahui Vera sedang sakaw, mobilkulah yang digunakan untuk membawa Vera ke rumah sakit. Disana Ibunya bercerita kepadaku bahwa Vera menjadi pecandu narkoba karena pacarnya, bahwa Vera waktu itu tidak mempunyai teman, dan memintaku menjadi temannya. Ibunya tahu bahwa aku pernah satu SMA dengannya.
Sejak saat itu aku rajin mendampingi Vera dalam menjalani Rehabilitasi Narkoba bersama keluarganya. Aku melakukan hal itu bukan karena permintaan tolong ibunya, bukan juga karena ingin menjadi pahlawan yang datang menyelamatkannya. Aku melakukannya karena diriku kasihan pada Vera, dan merasa inilah satu-satunya hal yang bisa kulakukan. Pada awalnya dia mengacuhkanku. Tapi aku terus datang dan memberikan support kepada Vera dan keluarganya. Karena sepengetahuanku, tidak ada seorang pun temannya yang pernah mengunjunginya. Aku ingat, diriku pernah ditampar olehnya karena dianggap mengganggu. Tapi perlahan-lahan dia mulai bisa menerimaku. Mulanya dia hanya tersenyum padaku, lalu membalas sapaanku, kemudian dia yang menyapa duluan dan akhirnya Vera mulai mau berbicara banyak padaku. Kemudian setelah sekitar 1,5 tahun menjalani rehabilitasi, dia akhirnya terbebas dari Narkoba. Segera setelah dia keluar dari pusat rehabilitasi, aku menyatakan rasa sukaku padanya, dan tanpa pikir panjangVera menerimaku. Perasaanku tidak bisa terlukiskan dengan kata-kata pada waktu itu, aku sangat bahagia.
Sudah sekitar enam bulan sejak pacaran. Orangtuaku dan Keluarga Vera menyetujui hubungan kami berdua. Kami pun sering pergi berdua, Orangtua Vera merasa aman apabila anaknya tersebut pergi denganku. Mereka tidak merasa khawatir apabila Vera terjerumus ke dalam pergaulan yang salah lagi. Semua terasa sempurna untukku. Vera sekarang mulai menata hidupnya kembali, dia mendaftar kuliah lagi dari awal. Sebelumnya dia kuliah di Fakultas Ekonomi, masih di universitas yang sama.
“Ra, aku mau tanya,” aku berbicara dengan nada serius kepada Vera.
“Ada apa kok kayaknya serius banget?”
“Nggak, cuma sekarang kamu kok jarang mau kalau diajakin keluar? Trus kalau aku telepon malem-malem ga pernah diangkat?”
“Kan udah kubilang, sekarang lagi banyak-banyaknya tugas. Lagipula sekarang kan mau ujian, harus banyak-banyakin belajar. Emang kamu, nggak pernah belajar?” Vera menjawab.
“Tapi kan nilaiku bagus-bagus, emang dasarnya aku jenius sih ya,” jawabku sambil menggaruk rambut.
Vera hanya tersenyum lebar. Sebenarnya hal ini membuatku sedikit khawatir. Apakah Vera sedang ada masalah yang tidak bisa dibicarakan? Tetapi aku tidak akan bertanya lebih jauh lagi. Aku tak mau Vera terganggu dengan pertanyaan-pertanyaanku. Mungkin dia memang sibuk dengan dunia perkuliahannya yang sempat terbengkalai. Sebenarnya ini terlalu berlebihan, tetapi aku tidak mau Vera menjauhiku gara-gara masalah sepele.
Tiba-tiba Vera berbicara dengan suara lirih, “Ri, maafin Aku.”
“Eh?”
“Ah, nggak ada apa-apa kok. Oh ujannya udah reda, pulang yuk!” sahut Vera dengan sedikit panik sambil menunjuk keluar.
“Oke.”
Aku pun menaiki motor bebekku dan menghidupkannya, Vera naik dibelakangku. Akhirnya kami bisa melanjutkan perjalanan pulang.
“Sampai depan gang aja,” seru Vera.
“Nggak apa-apa nih?“ sahutku.
“Nggak apa-apa.”
Setelah sampai ke tempat yang dimaksud, aku pun menghentikan motorku. Gang tersebut lebarnya sekitar lima meter dengan lapisan aspal dan berujung buntu. Hanya ada beberapa rumah disana, termasuk rumah Vera.
“Bye-Bye,” ucap Vera sambil melambaikan tangan.
“Daah, ati-ati yah,” jawabku.
Vera tertawa dan berkata, “Aku yang harusnya ngomong ati-ati.”
Aku hanya nyengir dan pergi meninggalkannya. Letak rumahku dengan rumah Vera tidak begitu jauh, hanya sekitar 10 menit perjalanan menggunakan motor. Apabila akan berangkat kuliah, aku pasti melewati gang rumah Vera. ***
Setelah beberapa menit mengendarai motor, akhirnya aku sampai juga di tempat tinggalku. Walaupun mempunyai dua lantai, rumahku ini tidak terlalu besar. Warna krem yang menempel di dindingnya memberikan kesan yang sejuk. Pintu dan jendela yang bercat putih terlihat serasi dengan warna dindingnya. Pagar yang mengelilinginya menggunakan warna yang sama dengan dinding rumahku. Sementara teralis besi yang terpasang pada pagar tersebut sangat biasa, tidak ada hiasan sama sekali. Di sebelah bangunan utama terdapat garasi tempat dulu aku memakirkan mobil. Tetapi karena aku sudah menjual mobilku, garasi tersebut hanya digunakan untuk gudang dan tempat memarkirkan motor. “Assalamualaikum,” ucapku sambil membuka pintu rumah.
Bagian dalam rumahku juga cukup sederhana. Tidak banyak perabot yang digunakan, sehingga terkesan luas. Warna dindingnya sama saja dengan bagian luar. Lantainya menggunakan keramik putih polos tanpa corak. Bagian depan adalah ruang tamu dengan sofa modern berwarna senada dengan dinding. Sedangkan di belakang ruang tamu adalah ruang keluarga. Kedua ruangan tersebut dibatasi oleh tembok, dengan semacam gerbang bertirai sebagai penghubungnya. Di ruang keluarga terdapat televisi layar datar yang digantung di dinding, satu sofa panjang, meja kaca dan karpet berwarna hijau untuk alasnya. Kamar tidur berada di sebelah kanan dan kiri ruang keluarga. Satu digunakan oleh Ibu dan Bapak, satu untuk tamu. Kamar mandi ada di sebelah kamar tamu. Sementara kamarku berada di lantai dua. Apabila melangkah lebih kebelakang, kita bisa menemukan dapur sekaligus ruang makan. Sama seperti ruang tamu dan ruang keluarga, ada gerbang menuju dapur yang menggunakan tirai. Hanya saja ukurannya lebih kecil dari yang ada di ruang tamu.
“Waalaikumsalam,” jawab seseorang dari ruang keluarga.
Dia adalah Ibuku. Rambutnya ikal dan dipotong pendek, badannya sedikit gemuk, penampilannya seperti Ibu-ibu kebanyakan.
“Oh ya Ri, entar mau ikut sebagai wakil keluarga kita?” tanya ibuku ketika aku berjalan menuju kamar.
“What? masa Ari yang masih darah muda suruh ikut perkumpulan bapak-bapak? Aku kan masih 21 tahun Bu.”
“Yah, kan kamu tahu Bapakmu itu sibuk dan jarang pulang. Dan kita sejak pindah ke tempat ini ga pernah ikut perkumpulan RT. Cuma Ibu yang ikut arisan RT. Lagipula kamu kan udah pantes dipanggil bapak. Buktinya kalau kumismu lagi panjang, orang yang nggak tahu pasti panggil kamu pake panggilan ‘Pak’,” kata ibuku sambil tertawa ringan.
Aku hanya bisa menggaruk-garukan kepala mendengarnya. Tunggu, ada sesuatu yang aneh.
“Biasanya kan pertemuan RT kan hari minggu Bu?” tanyaku keheranan.
“Emang,” timpal Ibu.
“Sekarang kan masih hari kamis Bu,” ucapku.
“Oh iya,” jawab ibu ringan.
Aku terdiam sejenak, dan melangkahkan kaki ke kamar. Entah Ibu sedang bercanda atau tidak.
Bapak memang jarang pulang, beliau bekerja di salah satu perusahaan multi-nasional di luar kota. Sehari-hari aku hanya hidup berdua dengan Ibuku di rumah ini. Tetapi bukan berarti hubungan kami dengan Bapak dingin. Beliau sering menghubungi kami, dan mengirimi kami uang setiap bulannya.
Keluarga kami hanya terdiri dari Bapak, Ibu, dan aku sendiri. Keuangan kami bisa dikatakan berkecukupan. Walaupun rumah kami kecil, tetapi terlihat bahwa kami ini keluarga yang berada. Bahkan aku pernah dibelikan mobil oleh ayahku sebagai hadiah kelulusan, tetapi setelah aku menggunakannya selama satu tahun. Aku merasa malu karena teman-temanku tidak ada yang menggunakan mobil, sehingga aku menjualnya dan menggantinya dengan sebuah sepeda motor. Mengetahui hal tersebut, Bapak tidak marah dan hanya berkata, ”Yah, memang kamu itu mirip sama ibumu. Orangnya sederhana.” Ya, memang ibuku itu orangnya sederhana, mungkin karena didikan Kakek dan Nenek. Meskipun keluarga kami serba berkecukupan, ibu tidak pernah menggunakan pakaian maupun perhiasan yang berlebihan. Bahkan Ibu tidak mau mempekerjakan pembantu, beliau mengerjakan sendiri semua pekerjaan rumah tangga.
”Buat apa, toh ibu juga nggak ada kerjaan di rumah,” katanya kepada Bapak. Waktu itu Ibu ditawari untuk mempekerjakan pembantu.
Sesampainya di lantai dua, aku membuka pintu kamar. Tempatku beristirahat inilah yang agak lain dari ruangan yang ada dirumah ini. Ukuran ruangan ini cukup luas. Dindingnya berwarna biru muda dengan beberapa poster bergambar tokoh-tokoh game menempel disana. Perabot di kamar ini hanya terdiri dari spring bed untuk satu orang, meja belajar, meja komputer, rak buku dan lemari besar untuk pakaian. Semuanya berwarna coklat, kecuali untuk Spring Bed yang berwarna biru tua.
Setelah berganti pakaian, aku segera menyalakan komputer. Aku mengklik salah satu ikon game online yang ada di komputerku. Aku memang suka bermain game online. Kebiasaan ini sudah berlangsung sejak aku masih SMP. Apabila aku ada waktu luang aku pasti aku bermain game online, bahkan aku jarang belajar gara-gara game online. Tetapi nilai-nilaiku baik di sekolah maupun perkuliahan tidak pernah jelek, walau tidak bisa dikatakan luar biasa. Aku selalu memperhatikan apa yang diterangkan guru dan dosenku. Kata-kataku kepada Vera tadi sore mengenai nilai-nilaiku memang bukan sesuatu yang dibuat-buat. Namun intensitas bermainku semakin berkurang semenjak aku rutin mengunjungi Vera di pusat rehabilitasi. Apalagi semenjak kami pacaran.
Tak terasa waktu menunjukan pukul 20.05 WIB. Aku menghentikan permainan sejenak, lalu mengambil telepon genggamku. Aku berniat menelepon Vera.
“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau diluar jangkauan.”
Huh, tak seperti biasanya nomor Vera tidak aktif. Biasanya telepon genggamnya selalu aktif walaupun kadang tidak diangkat. Apa ada hubungannya dengan perilaku anehnya tadi siang? Uh, aku jadi berpikir yang tidak-tidak. Mungkin baterainya lupa di-charge.. Setelah menaruh telepon genggam, aku kembali ke aktivitasku tadi.
Ketika sedang tenggelam dalam keasyikan bermain. Telepon genggamku mendadak berdering. Orang yang menelepon adalah Erik, kakak laki-laki dari Vera.
“Halo, ada apa Mas?” aku menjawab panggilan tersebut.
“Anu Ri, Vera disuruh pulang. Udah lebih dari jam sepuluh nih, hapenya kagak bisa dihubungin.”
Aku hanya bisa menelan ludah. Bukannya tadi Vera sudah kuantar kerumah?
“Loh tadi Vera udah kuantar ke depan gang kok,” jawabku berusaha tetap tenang.
“Hah, masa? Tadi siang Vera pamitan katanya pergi sama kamu, trus pulangnya malem.”
“Iya, tadi sore emang pergi sama aku. Tapi sorenya tak anterin ke depan gang.”
“Beneran nih? Vera belum pulang dari tadi siang.”
Aku terdiam sejenak lalu menjawab, “Beneran mas, emang nggak biasanya dia minta dianter ke depan gang doang.”
“Aduh, takutnya kenapa-napa lagi nih anak. Dari kemaren dia juga aneh, ngurung diri di kamar terus,” nada kecemasan terdengar dari suaranya.
“Apa perlu aku kesana mas?” tanyaku.
“Nggak perlu Ri, tak tanyain temen sama sepupu dulu. Siapa tau Vera ada di rumah mereka,”
“Oh ya udah mas.”
“Kalau ada kabar, kasih tau aku ya,” kata Erik lagi.
“Oke, mas juga kasih tau aku kalau ada kabar.”
“Ya, makasih Ri,” jawab Erik lalu mematikan teleponnya.
Kegelisahan melanda diriku, aku merebahkan tubuhku di tempat tidur. Pikiranku mengingat-ingat apa yang terjadi tadi siang.
“Ri, jalan yuk?” pinta Vera dari telepon genggamnya.
“Tumben ngajak duluan, tapi besok kan masih masuk kuliah. Katanya nggak mau pergi-pergi kalau besoknya mau kuliah?
“Sekali-kali nggak apa-apa deh, masih siang-siang juga,” jawab Vera.
“Oke deh, apa yang nggak buat tuan putri sih.”
“Aku tunggu di rumah sekarang ya? “
“Iya,” jawab Vera lalu menutup teleponnya.
Tidak biasanya Vera mengajakku pergi duluan. Biasanya aku yang mengajaknya pergi. Aku teringat berita di surat kabar mengenai mahasiswa-mahasiswa yang hilang secara misterius. Ya tuhan, semoga tidak terjadi apa-apa dengan Vera. Penderitaan yang dialami sewaktu menjadi pecandu narkoba sudah cukup. ***
Esok paginya, aku langsung mandi dan bersiap-siap. Tadi aku mendapat sms dari Erik bahwa Vera belum pulang juga tanpa memberi kabar. Pikiran-pikiran negatif menggelayuti otakku. Tadi malam aku tidak bisa tidur.
“Mau kemana Ri? Bukannya hari ini nggak ada kuliah?” tanya ibuku.
“Vera dari kemaren sore belum pulang Bu, sekarang Ari mau kerumahnya,” jawabku.
“Loh bukannya kemarin siang Vera pergi sama kamu?”
“Iya, kemaren emang pergi sama Ari. Trus pulangnya Ari anter ke depan gang. Eh katanya sampe sekarang belum pulang.”
“Aduh, moga-moga nggak kenapa-napa deh,” kata ibuku dengan nada khawatir. “Ari pergi dulu ya Bu,” aku berpamitan pada ibuku.
“Nggak sarapan dulu nak?”
“Entar,” jawabku dari kejauhan.
Aku langsung memanasi motorku, kemudian berangkat kerumah Vera. Dalam perjalanan kepalaku dipenuhi dengan pikiran yang tidak-tidak. Jantungku berdegup kencang, ketakutan yang dari tadi malam menghantuiku sekarang semakin membesar. Aku ingin secepatnya sampai kerumah Vera. Aku ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Setibanya di rumah Vera, aku melihat sudah banyak orang. Begitu turun dari motor, aku langsung ditemui oleh Erik.
Walaupun lokasinya berada di dalam gang, tetapi rumah Vera ini berukuran besar. Luas tanahnya mungkin hampir tiga kali luas tanah rumahku. Dindingnya bercat putih dengan pintu dan jendela kayu berwarna cokelat. Halamannya sangat luas dengan berbagai tanaman menghiasinya.
“Kemaren kata tetangga di depan gang, si Vera abis dianter sama kamu terus gak berapa lama dijemput lagi sama mobil warna item. Dia juga nggak ngasih kabar.” terang Erik kepadaku.
“Lah terus siapa tuh orangnya yang njemput?” tanyaku.
“Nggak tau, orang abis itu mereka langsung pergi. Plat nomornya juga nggak sempet kecatet.”
“Waktu itu Vera dipaksa?”
“Kata tetangga yang ngeliat sih, nggak.”
Aku terdiam sejenak, lalu teringat sesuatu. Hal ini membuatku geram, jangan-jangan dia dibawa oleh mantannya.
“Udah ngecek mantannya Vera, si Eko?
“Udah, aku telepon rumahnya, tapi udah sekitar 5 hari dia nggak pulang kerumah,” jawab Erik lagi.
Tiba-tiba seorang laki-lakuimenghampiri kami dan berbicara, “Mas, katanya suruh ke kantor Polisi buat ngasih keterangan”
“Oh iya Pak, Ari sekalian yuk ikut aku ngasih keterangan ke kantor polisi,” ajak Erik kepadaku.
Aku pun mengangguk, dan kemudian mengikuti mereka. ***
Sudah 11 hari sejak Vera menghilang, dan masih belum ada titik terang. Keluarga sudah melaporkan kepada polisi, bahkan memasang pengumuman di media massa. Ibu Vera sampai harus masuk rumah sakit karena terus memikirkan anaknya yang menghilang itu. Teman-teman Vera di SMA sudah tidak berhubungan lagi dengan Vera semenjak dia lulus. Sedangkan teman-teman kuliahnya tidak mengetahui dimana dia berada. Informasi yang bisa didapatkan dari hanya bahwa Vera sering tidak masuk kuliah. Tetapi menurut keluarganya dia sudah berpamitan bila berangkat kuliah. Pantas akhir-akhir ini dia tidak mau diantar ke kampus. Semua fakta itu semakin membuat pusing. Vera, sebenarnya ada apa dengan dirimu? Kemana perginya kamu?
Dugaan sementara, Vera diculik Eko. Tetapi aku tidak yakin, karena Vera sangat membenci Eko dan tidak mau menemuinya. Jangan-jangan Vera sedang dibawah ancaman? Namun dia tidak dipaksa untuk naik ke dalam mobil yang menjemputnya. Atau dia kabur dari rumah? Aku menghela nafas, saat ini tidak ada yang bisa kulakukan. Aku ini memang tidak berguna Aku baru menyadari, ternyata hanya sedikit yang kuketahui mengenai Vera. Padahal aku adalah pacarnya.
Hatiku sangat tidak tenang. Aku takut Vera mengonsumsi ke obat-obatan terlarang lagi, Aku takut dia tidak kembali lagi. Aku tidak mau kehilangannya. Kami baru pacaran selama enam bulan. Melihatnya menjalani rehab dimasa lampau saja sudah membuatku ikut tersiksa. Apalagi kalau sampai dia tidak kembali pulang. Apakah aku bisa melewati hari-hari tanpanya?
Aku duduk di kantin kampusku sehabis kuliah pagi. Masih ada jeda sekitar 1,5 jam sebelum kuliah selanjutnya. Kantin di kampus ini ukurannya cukup luas. Dindingnya bercat putih dengan ruangan berbentuk persegi panjang., Di sebelah kiri terdapat empat stand yang berderet. Mereka menggunakan semacam etalase kaca untuk memajang dagangan mereka. Masing-masing menjual makanan dan minuman yang berbeda. Sedangkan di bagian kiri terdapat beberapa meja kayu panjang dengan kursi-kursi plastik.
Seseorang menepuk pundakku dan bekata. “Woi.” Dia adalah Bayu, teman kuliahku sejak tahun pertama. Badannya gemuk, kulitnya sawo matang dan kepalanya gundul. Asalnya dari Bekasi.
“Oi bro,” aku menjawabnya.
“Gimana kabar Vera?” tanya Bayu.
“Belum ada,” jawabku santai.
“Lu kok keliatannya santai banget?”
“Keliatannya aja santai,” timpalku. Pada kenyataannya aku memang tidak bisa berhenti memikirkan Vera.
“Udah banyak mahasiswa yang ilang misterius nih di kampus kita. Gosipnya sih mereka kebawa aliran sesat,” kata Bayu lagi.
“Yang paling misterius sebenernya tuh elu.”
Bayu mengernyitkan dahi.
“Lu ilang secara misterius waktu kuliah tadi, kemana aja lu?” tanyaku.
“Biasa Bro kesiangan hehe. Oh iya, kalau mau gue bisa kenalin sama orang pinter yang biasa nyari orang ilang.”
“Gue kagak percaya sama yang begituan. Lagian kalau beneran tuh paranormal bisa nemuin orang ilang, pasti mahasiswa-mahasiswa itu udah pada ketemu,” timpalku. Bayu memang suka hal-hal berbau klenik.
Tiba-tiba seorang Perempuan duduk didepan kami. Rambutnya dipotong sebahu, tingginya hampir sama denganku, dan tubuhnya bisa masuk kategori ‘seksi’. Paling tidak itulah opini orang-orang di kampus ini. Nama orang yang duduk didepan kami ini adalah Sheila. Dia satu angkatan denganku dan Bayu.
“Ri, gimana pacarmu itu? Udah ketemu?” tanya perempuan itu.
“Belum ada kabar Shel,” jawabku.
“Udah lapor Polisi?” tanyanya lagi.
“Udah, udah dimasukkin Koran sama TV juga malah.”
“Aku doain semoga cepet ketemu deh, yah saat seperti ini emang kita hanya bisa nunggu kabar dari Polisi sih.”
Entah mengapa daridulu aku tidak berani menatap mata Sheila ketika berbicara dengannya. Waktu awal-awal kami bertemu, aku pasti mengalihkan pandanganku ketika berbicara padanya. Sheila pun jadi jarang berbicara denganku pada waktu itu. Lama-lama aku jadi tidak enak juga. Atas saran Ibuku, sekarang bila berbicara dengan Sheila aku pasti melihat bagian dahinya. Tepatnya di titik antara kedua alis. Sehingga aku seakan melihat mata Sheila ketika berbicara padanya.
“Udahan dulu ya,” kata Sheila sambil berdiri.
“Mau kemana?.” tanya Bayu.
“Ke perpus,” jawab Sheila.
Sheila pergi meninggalkan kami. Aku dan Bayu melanjutkan obrolan. Bayu dengan bersemangat menceritakan orang pintar yang dia katakan tadi. Aku hanya mengangguk-anggukan kepalaku. Bila Bayu sudah bercerita mengenai hal-hal yang berbau klenik, dia tidak bisa dihentikan. ***
Kutatap fotoku bersama Vera dari telepon genggam. Semenjak Vera menghilang, aku tidak pernah bermain game online. Biasanya sehabis pulang kuliah, bila tidak ada kegiatan aku selalu bermain game online. Pikiranku tidak bisa lepas dari Vera. Sehingga malas rasanya untuk bermain. Aku yakin, walaupun memaksakan diri untuk bermain, aku tidak bisa konsentrasi. Sewaktu kuliah pun semua kata-kata dosen tidak ada yang masuk ke otak. Ini adalah yang pertama bagiku. Biasanya aku bisa berlari sejenak dari masalahku dengan bermain game online. Saling bekerjasama membunuh monster dengan teman dunia maya, ikut dalam perang antar Negara atau mengajari seseorang dalam bermain adalah sesuatu yang sangat mengasyikkan bagiku.
Mendadak telepon genggamku berbunyi, aku mengambilnya dari meja dan kemudian mengangkatnya. Yang menelepon adalah Bapak.
“Halo, Assalamuallaikum,” aku menjawab panggilan tersebut.
“Waalaikumsalam, gimana kabarnya Ri?” kata suara diseberang sana.
“Baik Pak, gimana kabar Bapak?”
“Baik juga, gimana kuliahnya?” Bapak bertanya lagi.
“Alhamdulillah lancar Pak.” jawabku.
“Katanya pacarmu diculik ya?” tanya Bapak tiba-tiba. Meskipun Bapak tidak pernah melihat Vera secara langsung, aku sering bercerita tentangnya kepada beliau.
“Iya, kok Bapak bisa tahu?”
“Dari Ibumu tadi. Pesan Bapak sih, jangan bertindak gegabah. Walaupun dia itu pacarmu, secara resmi kalian belum punya hubungan apa-apa. Biarlah Polisi yang urus. Kamu nggak usah ikut campur, itu bukan urusan kamu. Bapak doakan pacarmu itu cepat ketemu. Dan kuliahmu jangan terganggu gara-gara masalah ini.”
“Tenang aja Pak, Ari nggak akan kenapa-napa kok,” jawabku berusaha menenangkan Bapak.
“Bapak percaya kok.”
“Kapan Bapak pulang ke Purwokerto?” tanyaku lagi.
“Wah kalau itu Bapak belum bisa mastiin Ri. Bapak usahakan secepatnya deh.” Tiba-tiba terdengar suara seseorang dari tempat Bapak.
“Udah dulu ya Ri, Bapak masih banyak kerjaan nih. Assalamualaikum,” ucap Bapak mengakhiri pembicaraan.
“Waalaikumsalam,” jawabku membalas salam itu.
Aku pun kembali berbaring di tempat tidurku, bingung mau melakukan apa. Setelah berpikir sejenak, akhirnya aku menelepon Bayu.
“Halo, Bay sekarang lu dikosan?”
“Kagak Bro, gue lagi diluar,” jawab Bayu, suara hiruk-pikuk manusia terdengar dibelakang suara Bayu sendiri.
“Oh, yaudah deh thanks,” sahutku mengakhiri panggilan.
Aku teringat tadi Bayu bercerita bahwa dia dan teman-temannya akan bermain futsal sore ini. Jadi tidak ada temanku yang bisa kudatangi rumahnya maupun tempat kosnya. Pasti mereka semua bermain futsal. Sedangkan aku tidak pernah mau diajak bermain futsal. Pada dasarnya aku memang tidak suka olahraga yang terlalu menguras keringat. Kecuali mereka kekurangan orang untuk bermain, dan mereka memaksaku. Aku tidak mempunyai pilihan lain, walau disana aku nyaris tidak pernah menendang bola.
Beberapa saat kemudian telepon genggamku berdering lagi, sekarang Sheila mengirimkan SMS kepadaku.
“Ri, km dah ambl Agrarianya P Adi blm? Klo dah aq pnjm softcpy tgsmu yg dl ya? (“Ri, kamu udah ambil Agrarianya Pak Adi belum? Kalau udah, aku pinjam softcopy tugasmu yang dulu ya?”)
Aku pun membalas sms tersebut, “Iy, mo tak krm ke e-mailmu?” (“Iya, mau tak kirim ke e-mailmu?”)
Tak berapa lama, Sheila membalas smsku, “G ush, aq ambl kermhmu ja. Modemq lg mati.” (“Gak usah, aku ambil kerumahmu aja. Modemku lagi mati.”)
“Oke," balasku singkat.
Aku menaruh telepon genggamku lalu mengambil pakaian ganti dan handuk. Malu rasanya menemui tamu tanpa mandi telebih dahulu. Setelah beberapa menit menghabiskan waktu di kamar mandi. Aku keluar darisana dan menuju kamarku di lantai dua. Baru saja membuka pintu, Ibu sudah memanggilku.
“Ri, ada temenmu tuh.”
“Ya Bu, bentar.” jawabku dari lantai dua.
Aku pun turun menuju ruang tamu. Disana duduk seorang perempuan yang aku kenal. Dia adalah Sheila. Melihatku yang mendatanginya, dia lalu berdiri dan menyerahkan tas plastik berwarna hitam.
“Nih, buat kamu sama Ibu kamu. Aku sendiri yang buat loh,” ucap Sheila sambil tersenyum. Aku pun menerima bungkusan itu dan berkata, “Wow apakah gerangan yang ada didalamnya? Makasih ya Shel.”
“Sama-sama,” timpal Sheila masih tersenyum.
“Mana nih flashdisknya, katanya mau ngopi?” tanyaku.
“Oh iya.”
Sheila pun membuka tas tangannya, mencari-cari sebentar, kemudian mengeluarkan flashdisk berwarna putih.
“Nih.”
“Bentar ya,” jawabku sambil bangkit dari tempat sofa.
Lalu aku pun pergi ke kamar untuk menyalin softcopy tugas mata kuliah Hukum Agraria yang dulu pernah kuambil. Sudah menjadi rahasia umum bagi mahasiswa untuk saling bertukar tugas kuliah. Entah nantinya akan digunakan sebagai bahan referensi saja atau malah disalin secara mentah-mentah. Setelah memindahkan file yang dimaksud ke flashdisk Sheila, aku turun menuju ruang tamu lagi.
“Nih, aku kopiin yang punya angkatan atas sekalian,” kataku sambil memberikan flashdisk Sheila.
“Makasih, Oh iya, sekarang aku jualan pulsa loh. Kalau keabisan tinggal sms aja, entar bayarnya dikampus.”
“Oh iya, ya?”
Kami berdua terdiam, baik aku maupun Sheila tidak berkata apapun. Aneh, ada sedikit rasa canggung didalam hatiku. Rasa canggung yang membuat diriku tidak bisa sekedar berbasa-basi maupun mengeluarkan candaan. Padahal bila bertemu di kampus, kami bisa berbicara seperti biasa
“Ehmm, kalau gitu aku pamit dulu ya. Mau ngerjain tugas nih,” kata Sheila memcah keheningan.
“Oh, cepetan nih?” sahutku.
Aku pun mengantarkan Sheila sampai gerbang depan rumahku. Sheila pulang menggunakan motornya. Aku memandanginya sampai dia sampai motornya menghilang diujung jalan. Aneh, aku bisa melupakan Vera sejenak ketika berbicara dengannya tadi. Padahal akhir-akhir ini aku tidak bisa berhenti memikirkan Vera. Apakah suaranya yang merdu itu bisa memasuki relung hatiku? Ataukah auranya yang bisa membuatku merasa nyaman? Atau mungkin malah kedua hal tersebut? Entahlah, yang jelas kehadiran Sheila bisa membuatku tersenyum lepas.
Aku masuk ke dalam rumah kembali. Ibu sudah duduk diruang tamu sambil membuka bungkusan yang tadi diberikan oleh Sheila.
“Wow Brownies,” kata beliau, kemudian mengambil satu potong Brownies tersebut dari kotak dan memakannya.
Tanganku terjulur bermaksud mengambil potongan Brownies dari Sheila. Tetapi Ibu pergi sambil membawa kotak berisi Brownies tersebut. Dan aku hanya berdiri mematung dengan tangan masih terjulur seperti orang bodoh.
Terakhir diubah oleh Blassreiter tanggal Thu 16 Aug 2012 - 11:15, total 2 kali diubah | |
| | | Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 30 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Fri 27 Jul 2012 - 15:27 | |
| - Spoiler:
- Quote :
- diatap
Disebelahku didepanku kedalam dibelakangku Penulisan "di" dan "ke" di sini hukumnya pisah Kak Kan menyatakan tempat ^^ - Quote :
- Akupun
seorangpun "Pun" yang ini juga hukumnya pisah, memang ada beberapa kata yang "pun" disambung, tapi untuk yang ini menggunakna "pun" pisah ^^ - Quote :
- “Langsung pulang aja deh.” jawabnya.
“Sampai depan gang aja.” Seru Vera dibelakangku yang sedang mengendari motor. Menurut Rui, baiknya bukan menggunakan titik, melainkan koma. ("Langsung pulang aja deh," jawabnya.) ("Sampai depan gang aja," seru Vera di belakangku yang sedang mengendarai motor.) dan kalimat kedua agak ambigu lho Kak. Ini yang mengandarai motor si Ari atau Vera? - Quote :
- Pecandu Narkoba
Jahanam Katanya Pacarmu Kapitalisasi, dalam hal ini nggak diperlukan kok lalu... mungkin akan lebih menyenangkan bila narasi diperbanyak, memang sih ada narasi yang banyak, tapi itu menggambarkan latar belakang tokoh. akan lebih berkesan hidup seandainya narasi akan latar juga diceritakan. Pembaca bisa menggambarkan akan situasi dengan lebih real
Yah... segitu aja kali ya soal logika atau kalimat urusan Sagi, Kak Wind sama Kak Tuti soalnya ^^ | |
| | | Blassreiter Penulis Senior
Jumlah posting : 537 Points : 591 Reputation : 8 Join date : 27.07.12 Age : 33
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Fri 27 Jul 2012 - 16:00 | |
| makasih kak, ternyata buat kesalahan paling mendasar saatnya ganti titik ke koma di 73 halaman
Terakhir diubah oleh Blassreiter tanggal Fri 27 Jul 2012 - 16:09, total 1 kali diubah | |
| | | Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 30 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Fri 27 Jul 2012 - 16:07 | |
| asli, aku nggak tahan kalau udah segitu ._. | |
| | | Blassreiter Penulis Senior
Jumlah posting : 537 Points : 591 Reputation : 8 Join date : 27.07.12 Age : 33
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Fri 27 Jul 2012 - 16:11 | |
| - Ruise V. Cort wrote:
asli, aku nggak tahan kalau udah segitu ._. asli, emang salah saya sih nggak memperhatikan hal-hal detil kalo cuma soal kata kan cukup ctrl+F, nah kalau tanda baca kan enggak bisa. | |
| | | tukangtidur Penulis Senior
Jumlah posting : 831 Points : 988 Reputation : 19 Join date : 30.04.10 Age : 42 Lokasi : Depok
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Fri 27 Jul 2012 - 16:31 | |
| tiap paragraf dikasih spasi atau jarak dung. Biar gak dempet begitu | |
| | | m0nd0 Penulis Senior
Jumlah posting : 1446 Points : 1487 Reputation : 17 Join date : 11.07.12 Age : 35 Lokasi : Jakarta-Bandung
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Fri 27 Jul 2012 - 16:43 | |
| Hmm..., ceritanya udah bikin penasaran, misterinya kerasa Cuma menurutku gaya penceritaannya masih terlalu datar, pembaca masih kurang deket sama segi emosionalnya. Si pemeran utama terutama... sebenernya hal-hal yang dialamin sama dia itu berat lho, dari gebetannya yang diambil cowok lain, sampe terjerumus, trus nungguin Vera di rehab, sampe ceweknya ilang tanpa kabar 11 hari. Banyak yang bisa di kupas disitu, bisa ada bagian dimana dia putus asa, seperti apa kecemasannya yang berusaha disembunyiin, dan banyak lagi biar yang baca semakin terhanyut sama kisahnya. Semangat ya Blass, | |
| | | Blassreiter Penulis Senior
Jumlah posting : 537 Points : 591 Reputation : 8 Join date : 27.07.12 Age : 33
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Fri 27 Jul 2012 - 17:11 | |
| @tukangtidur: sudah mastah @m0nd0: ada kok di chapter-chapter selanjutnya, pelan-pelan diceritain. semacam flashback gitu. Dari Ari yang *piiiip* dan Sheila yang ternyata *piiiip*, sampai Ari yang hatinya *piiip* thank you semuanya atas masukannya tunggu revisi dari saya | |
| | | m0nd0 Penulis Senior
Jumlah posting : 1446 Points : 1487 Reputation : 17 Join date : 11.07.12 Age : 35 Lokasi : Jakarta-Bandung
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Fri 27 Jul 2012 - 18:24 | |
| Aa~a kau menspoiler ceritanya!! Iya aku menebak romancenya minimal bakalan ada 'segitiganya' sih... | |
| | | Blassreiter Penulis Senior
Jumlah posting : 537 Points : 591 Reputation : 8 Join date : 27.07.12 Age : 33
| | | | de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 38 Lokasi : Bekasi
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Fri 27 Jul 2012 - 21:41 | |
| segi-banyak... :nimbrung seenaknya: setuju sama mondo...terlalu banyak dialog, kurang narasi jd malah gak berasa sisi emosinya...soalny sisi emosi lebih bagus dtampilin dlm bentuk narasi kan...tp ini potongan sih...jadi gak bisa nyimpulin seenakny... siapa tau blass (ribet ah namany ) trnyata pny full version dri bagian ini... | |
| | | m0nd0 Penulis Senior
Jumlah posting : 1446 Points : 1487 Reputation : 17 Join date : 11.07.12 Age : 35 Lokasi : Jakarta-Bandung
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Sat 28 Jul 2012 - 2:50 | |
| Nama aslinya Blass itu Faisal disebutkan di trit perkenalannya Blass Tapi terserah orangnya sih mau dipanggil siapa... (gemana Blass?) Asal username-mu dari anime Blassreiter kan? yang buatan Gonzo kalo gak salah... aku cuma nonton episode satunya aja sih | |
| | | Blassreiter Penulis Senior
Jumlah posting : 537 Points : 591 Reputation : 8 Join date : 27.07.12 Age : 33
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Sat 28 Jul 2012 - 3:36 | |
| | |
| | | m0nd0 Penulis Senior
Jumlah posting : 1446 Points : 1487 Reputation : 17 Join date : 11.07.12 Age : 35 Lokasi : Jakarta-Bandung
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Sat 28 Jul 2012 - 4:12 | |
| Aku panggil Reiter/Rei aja yah.. biar gampang ada Rui ada Rei | |
| | | Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 30 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Sat 28 Jul 2012 - 4:49 | |
| jangan ketuker aja tuh manggilnya --" | |
| | | m0nd0 Penulis Senior
Jumlah posting : 1446 Points : 1487 Reputation : 17 Join date : 11.07.12 Age : 35 Lokasi : Jakarta-Bandung
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Sat 28 Jul 2012 - 4:53 | |
| Siap Ru, nah Rei ini Rui... ayo kenalan, siapa tau kalian cocok | |
| | | Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 30 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Sat 28 Jul 2012 - 6:12 | |
| cocok dalam artian apa dulu nih Kak? | |
| | | m0nd0 Penulis Senior
Jumlah posting : 1446 Points : 1487 Reputation : 17 Join date : 11.07.12 Age : 35 Lokasi : Jakarta-Bandung
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Sat 28 Jul 2012 - 6:18 | |
| | |
| | | Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 30 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Sat 28 Jul 2012 - 6:24 | |
| nggak nangkep apa-apa (Tanpa rasa bersalah banget -- | |
| | | m0nd0 Penulis Senior
Jumlah posting : 1446 Points : 1487 Reputation : 17 Join date : 11.07.12 Age : 35 Lokasi : Jakarta-Bandung
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Sat 28 Jul 2012 - 6:40 | |
| | |
| | | Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 30 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Sat 28 Jul 2012 - 7:01 | |
| | |
| | | m0nd0 Penulis Senior
Jumlah posting : 1446 Points : 1487 Reputation : 17 Join date : 11.07.12 Age : 35 Lokasi : Jakarta-Bandung
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Sat 28 Jul 2012 - 7:03 | |
| Engga apa2 kok... | |
| | | Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 30 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Sat 28 Jul 2012 - 7:08 | |
| baru page 2 dan sudah blendeng kan --" | |
| | | m0nd0 Penulis Senior
Jumlah posting : 1446 Points : 1487 Reputation : 17 Join date : 11.07.12 Age : 35 Lokasi : Jakarta-Bandung
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Sat 28 Jul 2012 - 7:12 | |
| Cabut yuk Ru, sebelom diusir sama yang punya lapak... | |
| | | Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 30 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' Sat 28 Jul 2012 - 7:23 | |
| dia kabur~~ | |
| | | Sponsored content
| Subyek: Re: Potongan Novel 'Nonsens' | |
| |
| | | | Potongan Novel 'Nonsens' | |
|
Similar topics | |
|
| Permissions in this forum: | Anda tidak dapat menjawab topik
| |
| |
| |
|