Cerita berantai

"tata cara permainan":

Vio mengangkat wajahnya. Seorang lelaki bertubuh besar memasuki mobil jemputan yang berkapasitas 50 orang. Albe, 35 tahun, melankolis, memiliki kekuatan psychokinesis, bercerai dengan istrinya dua tahun lalu. Anak gadisnya bernama Zelda, seumuran denganku, Vio berbicara dalam hati.

Albe, lelaki bertubuh besar itu, menatap Vio sebentar, kemudian duduk di bangku yang berada di tengah. Mobil jemputan kembali melaju. 48 orang lagi, gumam Vio sambil kembali menundukkan wajahnya.

Mobil jemputan tersebut melaju dengan perlahan. Namun, tanpa disadari oleh Vio, mereka telah tiba di tempat selanjutnya. Seorang remaja perempuan yang berdandan nyentrik dengan rambut berwarna terang meloncat ke dalam mobil jemputan tersebut.

Vio menatap perempuan tersebut. "Siapa dia? Sepertinya aku belum pernah melihat dia sebelumnya," pikir Vio. Perempuan itu menatap Vio dan tersenyum manis. Lalu segera duduk di kursi kosong yang berada di belakang Vio.

Mobil jemputan itu pun kembali berjalan.

Vio sempat menghirup aroma parfum yang meruap dari tubuh remaja perempuan nyentrik itu. Ia jadi semakin penasaran. Sejak lahir ia memiliki kekuatan semacam telepati yang mampu mengetahui sejarah hidup seseorang hanya dengan menatap matanya. Namun Vio tidak bisa mengetahui apa-apa tentang perempuan nyentrik itu, padahal tadi mereka saling beradu tatap, dan perempuan nyentrik itu sempat tersenyum manis ke arahnya.

Siapa dia? Vio benar-benar penasaran.

"Namaku Dezi, Vio. Salam kenal," ujar perempuan nyentrik itu dengan penekanan di huruf "z", sambil memajukan wajahnya hingga tepat di samping kiri wajah Vio.

Vio terkejut bukan main.

"Eh... Umm... Hai," Vio tampak begitu salah tingkah. Parfum milik Dezi semakin tercium oleh Vio. Mawar gumam Vio dalam hati. Dezi tertawa kecil melihat tingkah Vio. "Kenapa? Kaget ya aku tiba-tiba nyapa kamu? Atau kaget karena aku tahu nama kamu?" Kata Dezi dengan riang.

Sedangkan dari tempat duduknya Albe melihat tingkah mereka berdua dengan pandangan yang menyiratkan rasa tidak suka.

Albe melajukan bus yang hanya berpenumpang Vio dan Dezi dengan kecepatan tinggi. Vio menoleh kearah Albe yang menyetir bus dengan kecepatan tinggi. Sedangkan Dezi tetap santai dan terseyum melihat Albe menyetir bus yang ia tumpangi melaju cepat. Ada apa ini?[i], Vio menoleh kearah Dezi yang tetap tersenyum.

Vio terbangun dalam tidurnya yang cukup lama. Vio melihat disekeliling ruangan yang baru ia sadar adalah kamarnya sendiri.

khairani mukhlis wrote:

Albe melajukan bus yang hanya berpenumpang Vio dan Dezi dengan kecepatan tinggi. Vio menoleh kearah Albe yang menyetir bus dengan kecepatan tinggi. Sedangkan Dezi tetap santai dan terseyum melihat Albe menyetir bus yang ia tumpangi melaju cepat. Ada apa ini?[i], Vio menoleh kearah Dezi yang tetap tersenyum.

Vio terbangun dalam tidurnya yang cukup lama. Vio melihat disekeliling ruangan yang baru ia sadar adalah kamarnya sendiri.

uni... maaf...
mohon dibaca lagi cerita di atasnya. albe itu bukan supir. ia penumpang

Vio memperhatikan kamarnya. Sedikitnya terasa asing dan berbeda dari sebelumnya. Dan lagi... seharusnya kamar yang ia tempati berantakkan dan tidak teratur. Tempatnya kini berada terlihat rapi, dengan aroma mawar yang menusuk hidung.

Awalnya Vio hendak bangkit, memperhatikan lebih jelas dan bukan hanya menengokkan kepalanya ke kiri atau ke kanan. Tapi duduk dan menyingkap kain putih yang menyelimutinya.

'Prang!'

Dan Vio menghentikkan usahanya untuk bangkit. Diliriknya perlahan asal suara itu. Seorang wanita muda dengan rambut hitam sebahu berdiri di pintu kamar. Menutupi mulutnya sendiri dengan tangan kanan dan lelehan air mata mengalir dari bola mata birunya yang jernih.

"Ibu! Kak Vio bangun! Dia sadar!" nyaring nan melengking suara wanita itu terdengar. Membuat Vio terkenang dengan suara melengking adiknya yang akan masuk SMP tahun depan.

i_ang minoyuki wrote:

khairani mukhlis wrote:

Albe melajukan bus yang hanya berpenumpang Vio dan Dezi dengan kecepatan tinggi. Vio menoleh kearah Albe yang menyetir bus dengan kecepatan tinggi. Sedangkan Dezi tetap santai dan terseyum melihat Albe menyetir bus yang ia tumpangi melaju cepat. Ada apa ini?[i], Vio menoleh kearah Dezi yang tetap tersenyum.

Vio terbangun dalam tidurnya yang cukup lama. Vio melihat disekeliling ruangan yang baru ia sadar adalah kamarnya sendiri.

uni... maaf...
mohon dibaca lagi cerita di atasnya. albe itu bukan supir. ia penumpang

maaf saya ganti

Albe membisikkan sesuatu pada sopir bus yang ditompangi oleh Vio dan Dezi. Seketika si sopir mengangguk dan menoleh ke arah dua remaja yang sedang bercengkrama, sesekali remaja cewek itu tersenyum. Sopir bus melajukan bus dengan kecepatan tinggi. Vio meoleh kearah sopir yang masih tenang menyetir bus dengan kecepatan terlalu tinggi. Sedangkan Dezi tetap tenang dan tersenyum melihat tingkah Vio yang mulai panik. Ada apa ini?[i]pertanyaan heran muncul dalam benak Vio.
Vio terbangun dalam tidur panjangnya, Vio masih tidak ingat kejadian aneh yang menimpanya. Vio melihat sekeliling ruangan yang baru ia sadari adalah kamarnya sendiri[quote]

Oi!
Ini distop nih!?

dilanjutkan

Ya siapa? ._.
Aku kan udah.

aku lanjutin kayakny asik hehe...



Wanita itu bergegas mendekati Vio. Gaung langkahnya menepis kesunyian di kamar yang kini didominasi oleh warna putih itu. Adiknya bergeser, memberikan tempat kepada wanita mulia yang mereka sebut ibu itu. Mata Vio masih bergantian memandangi seluruh ruangan yang tampak asing dan kepada adiknya yang tersenyum dan kepada ibunya yang terisak pelan.

"Vio... Vio..." Tampaknya tidak ada lagi yang bisa dikatakan olehnya. Dia terisak sambil memeluk Vio, anak sulungnya itu. Adik Vio, Renata, tersenyum sambil menghembuskan nafas lega, pelan.

"Bu...?" Vio tak kuasa berkata-kata. Kepalanya masih pusing, dikhayali oleh kebingungan dan perasaan aneh yang menyelimutinya. Bukankah beberapa saat yang lalu, dia masih terjebak di dalam bis, dengan penumpang nyentrik dan Pak Albe? Kenapa kini dia tiba-tiba saja berada di sini?

gue mau lanjutin jadi bingung gini. Kenapa jadi di dalam kamar gini ya? Padahal kan td di dalam bus. 47 penumpang belum naik. Eh sekarang lagi di kamar, makanya gue gak nerusin nih cerita. Bingung sendiri

vio mencoba mengingat kembali rentetan kejadian yang ia alami sebelum ia sadar bahwa ia sudah berada dikamarnya. Vio menatap wanita yang berada didepannya, sebuah air mata membasahi pipi wanita itu. Renata adiknya juga ikut menagis melihat kakaknya yang baru bangun dari mimpi panjangnya itu. Tidak bisa dipercaya, kenapa gue bisa disini? seharusnya gue berada di bis bersama cewek dan laki - laki itu?[i]. sebuah pertanyaan besar dari benak Vio belum bisa ia pecahkan.

" Ma". Suara Vio mencoba memanggil wanita itu. Wanita itu menoleh dan tersenyum melihat anak sulungnya memanggil namanya. wanita itu berjalan mendekati anaknya. "Ma, apa yang terjadi dengan Vio?" sebuah pertanyaan yang membuat mama Vio bingung. Wanita itu bingung dan memikirkan perkataan laki - laki asing itu. Laki - laki asing yang telah mengantarkan Vio kerumah.

Gina--Ibu Vio--lalu menghela nafas pelan.

"Mama tak tahu," gumam wanita itu. Dengan suara lirih menangkup pipi kanan Vio. "Yang Mamau tahu, seorang pria mengantakanmu pulang sepuluh tahun lalu," lanjutnya. Kembali mengalirkan air mata saat ingat anak sulungnya itu baru saja tertidur. Tidur panjang yang begitu lama.

tukangtidur wrote:

gue mau lanjutin jadi bingung gini. Kenapa jadi di dalam kamar gini ya? Padahal kan td di dalam bus. 47 penumpang belum naik. Eh sekarang lagi di kamar, makanya gue gak nerusin nih cerita. Bingung sendiri

klo nulis cerita sambungan ke org lain mah pastiny alur brkembang gak pasti...ikutin aja bg...

----

Seketika Vio terduduk tegak. Apa maksud ibu? batinnya, sangat terkejut. Sepuluh tahun yang lalu? Apa dia sudah tertidur begitu lama?

"Maksud mama???" Gina duduk di samping tempat tidur dan mengusap kepala Vio. Dia menghela nafas pelan.

"Sepuluh tahun yang lalu..." Gina menerawang. Begitu lama, begitu sulit. "Kamu naik mobil jemputan, inget? Mobil jemputan kantor kamu, waktu itu ada pak Albe dan Mutiara. Mobil itu baru saja mau menaikkan karyawan lain, tiba-tiba kamu berteriak dan jatuh pingsan. Sejak itu..." Gina mengusap air matanya, tak sanggup untuk berkata-kata lagi.

"Hah?" Vio mengerutkan dahi. Dia menatap ibunya, beberapa helai rambut ibunya telah memutih. Dia berpaling pada Renata, sudah begitu besar dia sekarang. Berapa umurnya sekarang? Vio bahkan sudah tidak bisa mengingatnya lagi.

Dia berpikir tentang pria yang membawanya ke rumah. Apakah Pak Albe? Dia mencoba menggeliatkan tubuhnya. Sekujur tubuhnya terasa lelah dan lunglai, sulit untuk digerakkan. Dia mencoba bergerak, tapi yang ditemukannya sepasang kaki dan lengan yang mengecil termakan oleh waktu. Dia merasa lumpuh.

"Ma... Kaki Vio... Tangan Vio..." Dia bergetar ketakutan, memucat, menatap ibunya yang menatapnya sedih dan iba. Renata berpaling, tak sanggup menatap kakaknya.

saya ikutan boleh,,??

---

Vio terduduk dikursi roda, semenjak terbangun dari tidur panjangnya, Vio tak dapat melakukan apa-apa, seluruh bagian tubuhnya seolah enggan mengikuti keinginan Vio, mereka hanya mampu terdiam.
pandangan Vio menerawang jauh, menatap hujan dibalik jendelanya yang berkabut,ia merasa kepalanya begitu pusing, mungkin terlalu lelah berfikir.

apa yang sebenarnya terjadi? 10 tahun, selama itu kah aku tertidur? Dezi, siapa dia?
pertanyaan-pertanyaan itu seolah bergema di penjuru otaknya.

Tiba-tiba Vio terhenyak, ia seolah mendengar seseorang berbisik padanya
" Vi,, terlalu cepat kau terbangun, namun bersiaplah ini adalah awal dari permainan ini"

Ia mengenali suara ini,,, suara yang tak asing lagi ditelinganya, gadis nyentrik beraroma mawar, Dezi.

bingung. pergantian setting terlalu cepat dan ada yg g nyambung ^^

itu lucu dan asikny, sis aden......

--------------


"Haaah??!!!" Vio membalikkan badan sebisa yang dia lakukan dengan tubuhnya yang kini terbalut kecacatan. Dia berhadapan muka secara langsung, dengan gadis nyentrik itu. Aroma mawar yang menusuk membuatnya pening. Kedua ujung bibir merah Dezi tertarik ke atas, perlahan dan misterius. Matanya berkilat tajam.

"Apa maksud kamu?" sahut Vio, suaranya bergetar. Tangannya mencengkeram pegangan kursi roda dengan erat seakan dia sedang merasa limbung. Mungkin memang dia limbung dengan segala keanehan itu. Dia terus menatap mata gadis itu, mencoba mencari tahu apapun tentang gadis itu dengan kekuatannya.

Gadis berambut hijau terang itu menggelengkan kepala, pelan, seakan mengerti maksud Vio. "Bukan gitu, Vio..." Suaranya lembut, namun ada nada keras yang membuat Vio tercekat. "Aturannya, Vio... Setiap permainan ada aturan..."

Tanpa disangka, Dezi tidak melanjutkan perkataannya, tetapi memperlihatkan selembar foto. Dia menunjukkan isyarat kepada Vio untuk mengambilnya. Vio menurut. Tidak mungkin tidak, Vio menyadari hal itu.

"Ini..." Otaknya mulai berputar dengan cepat, menyusun puzzle-puzzle yang mulai tidak beraturan di kepalanya. Pria setengah baya dengan gadis tak lebih tua darinya, berdiri bersampingan, berangkulan, tersenyum bersama. Dilatari oleh... Dia tersentak, pikirannya terputus. "Pak Albe dan Zelda...?"

"Tapi..." Vio hendak memrotes. Tetapi, Dezi telah menghilang. Kecekaman menyelimuti Vio di kamarnya sendiri.