Merantau - by Elfris Rudie

Panas terik matahari telah membakar kulit dan rambutku. Membuat jenis pakaian apapun terasa gerah bila dikenakan siang hari. Suara kicauan burung terdengar dari balik pepohonan rindang, meneduh dari panasnya hari. Gemerisik dedaunan yang disebabkan oleh gesekan angin segar, terdengar merdu. Beberapa orang memakai topi jerami terlihat sibuk beserta kerbaunya. Hal yang dilakukan mereka sama halnya ketika aku masih bekerja sebagai pembajak sawah tempo hari. Bermandikan lumpur dan cahaya matahari. Sepasang kerbau yang diikatkan pada batang kayu yang pada bagian bawahnya terdapat gerigi tajam, menjadi kawan seperjuanganku. Tetapi kini aku telah mengambil keputusan. Pekerjaan baru telah menantiku di kota seberang.

Kulirik pengemudi delman berkuda itu, tampak raut wajah suntuk itu memandangi kuda-kudanya. Mungkin usianya hampir seabad, dapat dipastikan dari kerutan-kerutan pada wajahnya. Tetapi lihatlah pria tua itu, ia tetap giat membanting tulang. Mungkin hanya dia tulang punggung keluarga. Mungkin anak-anaknya telah berpergian ke kota lain, mencari pekerjaan yang lebih layak, entahlah. Ya, sama sepertiku pula. Di kota yang akan kutuju nanti, aku tak akan pantang menyerah untuk mencari segenggam harapan. Mencari pekerjaan yang sebanding dengan jerih payahku nanti. Akan ku kirimkan hasil upahku tersebut, agar keluarga di desa dapat menggunakannya untuk kebutuhan hidup.

Sudah lama aku rindu untuk merantau ke luar kota. Tetapi selalu kutunda rencana tersebut. Selama itu pula ibu selalu sakit-sakitan dan tak ada yang dapat menjaganya selain diriku seorang. Tetapi kini aku telah beristrikan seorang istri yang solehah, cantik pula, dan terutama bersedia merawat mertuanya yang sakit-sakitan itu. Mereka kini tinggal di rumah sederhana yang diwariskan mendiang ayah kepadaku. Dirumah itulah nantinya lahir seorang bayi lelaki yang menjadi penerus keluarga ini. Ya, istriku telah mengandung. Selama lebih dari 4 bulan, ia merawat dan melindungi buah hati yang ada dalam kandungannya itu. Sebentar lagi kami akan menikmati betapa menyenangkannya menjadi orangtua.

Keputusanku semakin bulat, ketika istriku menyetujui rencanaku untuk pergi ke kota yang biasa disebut orang, kota metropolitan itu. Gairahku bergelora, aku bersemangat untuk mencari nafkah demi masa depan anakku nanti. Hatiku riang-gembira, jiwaku kepenuhan, sampai tak muat lagi menampung kegembiraan ini. Sudah sekian lama aku menantikan bayi yang menjadi calon anakku itu. Aku akan menjadi ayah yang terbaik baginya.

Aku membuka tutup rantang yang telah dikemas rapih oleh istriku dini hari. Kucium aroma sedap dari dalamnya. Tampak sepotong ikan goreng beserta lauk pauk lainnya menjadi menu utama. Sambal terasi yang khas buatan istriku menjadi pelengkap kenikmatan ikan goreng tersebut. Beberapa penumpang mengintip ke dalam rantang tersebut. Kutawarkan makanan favoritku itu kepada mereka, namun tak ada yang berminat. Apa karena penampilannya yang kurang menarik, atau karena kebiasaan orang-orang pedesaan yang selalu terlihat malu-malu kucing ketika ada yang menawari sesuatu kepada mereka. Ya sudahlah, toh itu menjadi derita mereka tak dapat merasakan betapa nikmat masakan istiku ini.

Sebelum menyantap hidangan ala kadarnya di siang hari ini, kuawali dengan doa dan kuakhiri dengan puji syukur. Tak lupa kusisipkan nama ibu dan istirku di dalamnya, agar mereka senantiasa dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Aku teringat pesan kedua wanita yang menjadi bagian dalam hidupku ini. Ibu berpesan agar selalu beribadah dan bersedekah supaya kelak Tuhan membalasnya berlipat ganda. Sedangkan istriku meminta aku untuk selalu mengingatnya, mengingat keluarga kami, terutama buah hati tercinta. Aku tak akan pernah lupa akan pesan mereka.
Ya pasti, aku akan berusaha keras. Mencari sebutir harapan agar dapat memenuhi kebahagian kalian kelak. Semua keringat yang terkucur dari tubuh ini nantinya akan selalu kucatat dalam benakku. Sebagai saksi bahwa betapa aku mencintai mereka. Fatimah Hamimah, ibunda terkasih, Nur Aini Azmina, istriku tercinta dan Amir Fauzan, nama yang kuambil dari mendiang ayahanda, anak yang kunanti-nantikan kehadirannya di dunia ini. Aku akan selalu mengingat kalian. Semoga Tuhan menyertai kalian semua.
“Pak… awas!!!”. Sebuah mobil sedan berwarna hitam melaju cepat menuju arah delman yang kutumpangi itu. Dencitan suara mobil tersebut terdengar nyaring. Para penumpang berteriakan panik. Seorang lain mulai melompat dari kursi penumpang. Beberapa lainnya tak sempat melakukannya. Dan salah satunya adalah aku.

Seketika itu pula, mobil tersebut telah menerjang delman tersebut hingga terhempas jauh ke pinggir jalan. Sedangkan mobil sedan tersebut terjelembab dalam himpunan padi yang telah menguning itu. Beberapa penumpang yang sempat melompat dari atas delman tersebut beserta orang sekitar, menghampiri korban-korban kecelakaan. Kuda milik pengemudi delman tersebut tergeletak tak berdaya, bersimpahan darah. Sama seperti pemiliknya yang sudah tua itu.

Kulayangkan mataku ke langit, tampak seekor burung gagak terbang berkeliling. Tak dapat kupastikan rasa nyeri yang menghampiri sekujur tubuhku itu, semua tak dapat kurasakan. Kulirik pandanganku ke arah trotoar jalan. Tampak beberapa orang berlarian menuju ke arahku. Mereka mengangkat tubuh yang tak berdaya ini. Rantang yang berisikan makan siangku yang telah susah payah dibuatkan oleh istriku itu telah terbuang sia-sia, berlumurkan darah. Aku tak dapat berkata-kata selain berseru kepada-Nya.
Ya Tuhan, cobaan apa yang Kau berikan kepada Hamba…
Sungguh na’as…



-TAMAT-

Mohon kritik dan sarannya kakak...
hehehe.. mohon maaf juga kalo jelek ceritanya hihihi

Tandanya dilarang buat pergi (bletak)

Dirumah => Di rumah
“Pak… awas!!!”. => Titik di akhir nggak diperlukan lho ^^

Potongan kehidupan :>
Great job
dan sebelum mikir ini jelek, nggak kok.
Yang sebelumnya juga bagus ^^

Ups.. my bad!
Iya, iya nanti gw perbaiki..
trims loh kritiknya...

"potongan kehidupan" maksud kalimat kak rui apa ya?
Hehehe.... tengkyu

Kakak lebih tua lho ._. (nunjuk usia di profile)

Hum...
mudah ._.
kisah sehari-hari manusia ^^
(bingung jelasinnya)

Ohohoho..
berarti Dek Rui
Haaha...

oh demikian toh..
i see... i see...

kamu selalu berusaha bikin tema yg dr kehidupan keseharian agak terlewatkan,
kebanyakan seumuran kita (ngerasa balik muda 1 tahun) kan tau nya cinta - cintaan aja..
itu bagus loh


cuma, kurang matang..
dalam artian, ada kalimat yg seharusny ga perlu, tapi dipaksain masuk..
ato yg kata2nya kurang pas, contoh :
Mungkin usianya hampir seabad, dapat dipastikan dari kerutan-kerutan pada wajahnya

mungkin bisa lebih enak dan cocok kalo jadi,
mungkin usianya telah hampir seabad, dilihat dari kerutan - kerutan yang ada pada wajahnya

tapi entah lah ya, apa bedanya coba?
hehe. sekedar memberi saran..
bukan kritik ya, saran..
yg sejenis2 itu lah, jadi pemilihan kata2nya yg mesti lebih dipertimbangkan lagi..
masalah titik koma itu urusan si rui aja..


aku ga bisa komen banyak2, aku masih harus banyak belajar juga soalnya.
para suhu, pendapatnya gimana?

Hmmm...bagus kok, bro...
jgn sgtu merendahnya lah...
diksiny keren, aku suka pnggunaan kata2ny
tp rasany kata2 "riang gembira" itu kurang pas, knp y?
feeling ku aja sih..
kykny lebih enak "hatiku dpenuhi riak kesenangan"
mksdny sdikit ada idiom ny gtu...
dan pas dgn kata2 slanjutny : ...kepenuhan hingga tidak dapat menampung...
iya gak sih?

Quote :

para suhu, pendapatnya gimana?

lah ini di atas ku udh para suhu smua...

ngomong-ngomong soal malu-malu kucing, elfii juga malu-malu kucing lho.


hem, aku suka inti ceritanya...
bahasanya mengalir, bisa dibilang sederhana tapi feel-nya kena.

kalo soal yang lain2, udah diomong semua tuh sama para suhu..
jadi, saya cuma memberi kesan setelah membaca aja deh.
hihi

@sagita , hahhaa.. tau saja.
gw suka cerita tentang kehidupan, yah kalo dibilang.. ke seharian gitu.
tentang cinta mungkin sudah terlalu banyak..
(cari yg dikit berbeda genre ny gitu :p ).

oh gitu ya, oke thank's ya.. nanti saya lebih memperhatikan kata²nya..
thank's lohh

@de_wind
"hatiku dpenuhi riak kesenangan" .. waduh, gak sampe otak gw kesono mkirnya..
wah, musti lebih banyak belajar dari anda nih.. hihihiihi
gw suka kata² ny!! sory ya, kamus pribahasa gw kurang.. hehehe...

@azzwa, kok tau aku malu² kucng? hehe..
Thank's ya.. komentarnya sangat membantu

nanti kalo ada cerpen lagi, mohon di kritik dan comentari lagi ya..>
maklum masih beginer .. hihihihi ...

ma'aci ..

dpet wangsit dri engko2 sbelah rmh...huehehe....
sama2 bro...keep writing ya (sklian bwt diri sndri )

iya sama2 elfirusdie,
ayo sama2 belajar kita ya..

Kenapa bisa tahu Elfris malu-malu kucing?
Karena biasanya penulis tanpa sadar memasukkan karakter dia dalam cerita

nah, itu udah dijawab ma rui..
biar aku nggak dituduh jadi 'cenayang',, hihihi
(gak ada hubungannya )

@de_wind..
oh tetangga sebelah ya.. wah itu kerabat dekat saya..
dulu dia dagang es cendol depan rumah saya..
WKAKAkakaa/...

@sagita..
yuk belajar... dirmah siapa bljrny ?

@rui & azwa
wah.. memang karakter yg gw masukin dalam cerita ini bagaimana?
kok bisa ketebak? hmm... hmm... *lg mikir

( baru nyadar... kok kayaknya SP lama² jadi ramai ya.. Hahaha.. seru dah nih!! kudu OL 23 jam nonstop nih.. biar gak kelewat pembicaraan ... ) hehe..

Bagian "malu-malu kucing" (run)

hmm... hmm.. hmm..
(lagi mikir... padahal mikirin ga bener)
hehehhe..

Mikir apa nih?

ada deh, kasih tau ga ya
hehe..

Kasih tahu~~

gw lagi mkirin jorok tau...




kejebor empang yang banyak kotoronnya
ikhh Yakss... enak jg.. LHo!

Walah
Semoga Anda diterima di sisi-Nya (lah?)

permisi kakak abang sekalian,
saya ingin meminta waktunya sebentar untuk menyumbangkan sebuah lagu..


"terlambat sudah.. kau datang.. padaku..
setelah ku dapatkan penggantimu.."

Bleh,
nggak ada uang receh Mbak XD

uang besar juga gpp,
kembaliannya ada kok

Nggak amu dipecah ah XD
Sayang